Tuesday 1 March 2016

Makalah Pelayanan Kesehatan Tenaga Kesehatan, Kasus dan Pembahasan


TUGAS TERSTRUKTUR

MATA KULIAH ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN
PELAYANAN KESEHATAN TENAGA KESEHATAN




Disusun Oleh:
1. Fitria Nafisatin Nahari        I1A015032
2. Erina Indriani                      I1A015036
3. Sylvi Amalia                       I1A015040
4. Iqbal Syihabuddin              I1A015041
5. Tias Tri Nurbaiti                  I1A015042
6. Lady Novia Endryan          I1A015044
7. Ida Suryani                         I1A015046
Kelas :  B

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan prima (Excellent service) adalah pelayanan sebaik-baiknya kepada pelanggan sehingga dapat menimbulkan rasa puas pada pelanggan atau sering disebut juga pelayanan yang bermutu. Pelayanan Prima di Rumah Sakit adalah pelayanan terbaik yang diberikan oleh karyawan RS untuk memenuhi/bahkan melampaui harapan pengguna jasa rumah sakit. Dimana harapan ini ditentukan oleh pengalaman masa lalu terhadap jasa atau produk yang pernah digunakan, Informasi layanan yang diterima dari berbagai sumber atau janji-janji dan faktor internal dari pengguna jasa yaitu dari pengguna jasa rumah sakit sendiri. Unsur unsur melayani prima sebagaimana dimaksud dengan pelayanan umum, sesuai keputusan Menpan No. 81/1993, yaitu (1) Kesederhanaan, (2) Kejelasan dan Kepastian, (3) Keamanan, (4) Keterbukaan, (5) Efisien, (6) Ekonomis, (7) Keadilan yang merata, (8) Ketepatan waktu.
Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Perubahan Undang-­Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang beragam, berinteraksi satu sama lain. Pada hakikatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi yang dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab para tenaga kesehatan, baik itu dokter, perawat, ahli gizi dan lainnya.
Pelayanan prima di rumah sakit tidak hanya diberikan oleh dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain. Akan tetapi, pelayanan prima sudah didapatkan oleh pasien dan keluarga pasien dari pertama memasuki gerbang rumah sakit. Tetapi pada kenyataannya, pelayanan prima tidak bisa diberikan oleh semua tenaga kesehatan. Padahal mayoritas dari tenaga kesehatan Indonesia memiliki pengetahuan yang baik mengenai pelayanan kesehatan. Tetapi tidak semua tenaga kesehatan menerapkannya. Inilah yang menjadi masalah yang berdampak buruk bagi citra rumah sakit Indonesia yaitu dampak dari pelayanan buruk bisa kita rasakan. Contohnya saja saat ini warga negara Indonesia yang memiliki perekonomian di atas rata-rata lebih memilih rumah sakit di luar negeri daripada rumah sakit di Indonesia. Padahal jika kita tinjau dari segi kognitif, pengetahuan tenaga kesehatan Indonesia tidak kalah dengan tenaga kesehatan yang berada di luar negeri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pelayanan kesehatan dan pelayanan prima?
2. Apa yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan?
3. Bagaimana hak dan kewajiban pasien dan tenaga kesehatan?
4. Bagaimana masalah kesehatan di Indonesia yang berkaitan dengan pelayanan prima?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian pelayanan kesehatan dan pelayanan prima.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan.
3. Memahami hak dan kewajiban tenaga kesehatan dan pasien.
4. Dapat mengkaji permasalahan kesehatan di Indonesia yang berkaitan dengan pelayanan prima.
D. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa memiliki kompetensi kritis tentang pemecahan masalah etika, moral dan hukum yang sering terjadi pada tenaga kesehatan dan masyarakat umum.
2. Melatih mahasiswa melakukan kerja mandiri dan kerjasama secara berkelompok di dalam kelas maupun di luar kelas dalam menyelesaikan tugas terstuktur.
3. Meningkatkan wawasan dan logika berfikir kritis mahasiswa secara berkelompok dengan mempergunakan media dan sumber informasi dari buku literatur, internet dan narasumber.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pelayanan Kesehatan dan Pelayanan Prima
            Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat (Azwar, 1998). Pengertian pelayanan kesehatan lainnya, dikemukakan oleh Gani (1995) bahwa pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat berupa tindakan penyembuhan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan fungsi organ tubuh seperti sedia kala. Pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik.
Pelayanan   prima   (Excellent   Service)   menurut pengertian   “pelayanan”   yang   berarti “usaha melayani kebutuhan orang lain” atau dari pengertian “melayani” yang berarti “membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang” (KBBI). Dengan prima atau excellent yang berarti bermutu tinggi dan memuaskan (melebihi harapan). Jadi, secara sederhana, pelayanan prima (excellent service) adalah suatu pelayanan yang terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan. Dengan kata lain, pelayanan prima merupakan suatu pelayanan yang memenuhi standar kualitas.
B. Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu   pelayanan   kesehatan   merupakan   derajat   kesempurnaan   pelayanan    kesehatan   yang   dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan  sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang  menyelenggarakannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang  telah ditetapkan dengan menyesuaikan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman, dan  memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum, dan   sosial budaya   dengan   memperhatikan   keterbatasan   dan   kemampuan   pemerintah   dan masyarakat konsumen.
Kepuasan pelanggan adalah tanggapan pelanggan terhadap kesesuaian tingkat kepentingan atau harapan (ekspektasi) pelanggan sebelum mereka menerima jasa pelayanan dengan sesudah pelayanan yang mereka terima. Kepuasan penggunaan jasa pelayanan kesehatan dapat disimpulkan sebagai selisih kinerja institusi pelayanan kesehatan dengan harapan pelanggan (pasien atau kelompok masyarakat) (Muninjaya, 2011).
Untuk mengembangkan mutu pelayanan kesehatan, maka harus mengikuti empat kaidah jaminan mutu, yaitu :
1.   Pemenuhan kebutuhan dan harapan individu atau kelompok masyarakat penggunaan jasa pelayanan kesehatan.
2.   Mengikuti system dan proses di dalam institusi pelayanan kesehatan.
3.   Menggunakan data untuk menganalisis proses penyediaan dan produk pelayanan kesehatan.
4.   Mendorong berkembangnya team work yang solid untuk mengatasi setiap hambatan dan kendala yang muncul dalam proses pengembangan mutu secara berkesinambungan.
C. Hak dan Kewajiban
Hak adalah tuntutan seorang terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas, dan legalitas.
Kewajiban adalah tanggung jawab seseorang untuk melakukan sesuatu yang memang harus dilakukan agar dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan haknya.
1. Hak dan Kewajiban Pasien
a.    Hak Pasien
1)      Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku  di rumah sakit.
2)      Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
3)      Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran / kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
4)      Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan dengan standar profesi keperawatan.
5)      Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
6)      Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
7)      Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat.
8)      Pasien berhak atas “privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.
9)      Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi :
a)   Penyakit yang diderita tindakan medik apa yang hendak dilakukan.
b)   Kemungkinan penyakit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya.
c)   Alternatif terapi lainnya.
d)  Prognosanya.
e)   Perkiraan biaya pengobatan.
10)  Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan    dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
11)  Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
12)  Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
13)  Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
14)  Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit.
15)  Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan perlakuan rumah sakit terhadap dirinya.
16)  Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
b.   Kewajiban Pasien
1)      Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib rumah sakit.
2)      Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam pengobatannya.
3)      Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat.
4)      Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit/dokter.
5)      Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.
6)      Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
7)      Memperhatikan sikap menghormati dan tenggang rasa.
2. Hak dan Kewajiban Tenaga Kesehatan
Dimana ada keseimbangan antara tuntutan profesi dengan apa yang semestinya didapatkan dari pengembanan tugas secara maksimal. Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan salah satu hak nakes yang mempertahankan kredibilitasnya dibidang hukum serta menyangkut aspek legal atas dasar peraturan perundang-undangan dari pusat maupun daerah.
a.    Hak Tenaga Kesehatan
1)      Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2)      Menolak keinginan klien/pasien yang bertentangan dengan peraturan perundangan serta standar profesi dan kode etik profesi.
3)      Mendapatkan informasi lengkap dari klien/pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya.
4)      Meningkatkan pengetahuan berdasarkan perkembangan IPTEK dalam bidang keperawatan/kebidanan/kesehatan secara terus menerus.
5)      Diperlakukan adil dan jujur oleh rumah sakit maupun klien/pasien dan atau keluarganya.
6)      Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya.
7)      Diperhatikan privasinya dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh klien/pasien dan atau keluarganya serta tenaga kesehatan lain.
8)      Menolak pihak lain yang memberi anjuran/permintaan tertulis untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan perundang-undangan, standar profesi dan kode etik profesi
9)      Mendapatkan perhargaan imbalan yang layak dari jasa profesinya sesuai peraturan/ketentuan yang berlaku di rumah sakit.
10)  Memperoleh kesempatan mengembangkan karir sesuai dengan bidang profesinya.
b.   Kewajiban Tenaga Kesehatan
1)      Tenaga kesehatan wajib menghormati hak-hak pasien.
2)      Tenaga Kesehatan menyimpan rahasia pasien/klien sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3)      Mematuhi standar profesi & kode etik tenaga kesehatan dalam melaksanakan praktik.
4)      Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Mentaati semua peraturan perundang-undangan.

BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A.    Tinjauan Kasus
Masalah sistem pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum terjangkau dan tidak berpihak kepada rakyat dengan golongan ekonomi menengah kebawah, hal ini diungkapkan atas dasar beberapa fakta di lapangan yang berhasil diliput media massa. Fakta itu antara lain berita di Majene, Sulewesi Barat mengatakan bahwa ada pasien yang meninggal karena ditinggal dokter berlibur akhir tahun dan perawat yang bertugas di RS saat itu tidak berani ambil keputusan (www.tribunnews.com, 2013).
Bukti lain masalah pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (RS) adalah kasus bayi kembar lahir prematur yang bernama Dera, meninggal setelah ditolak 10 RS karena alasan penuh dan keterbatasan alat. Bahkan Ayah Dera juga mengatakan di antara 10 Rumah Sakit yang dikunjunginya ada pihak RS yg meminta uang muka Rp 10 juta. (www.tempo.co, 2013).
Selain itu, banyak masyarakat yang mengeluhkan masalah dalam pelayanan BPJS. Presidium Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Harli Muin mengatakan program JKN yang pelaksanaannya dipercayakan pada BPJS Kesehatan masih jauh dari makna keadilan. Dia menilai penerapan BPJS Kesehatan masih memiliki persoalan dalam banyak hal diantaranya yaitu proses aktivasi kartu karena BPJS menerapkan aturan bahwa kartu pengguna BPJS baru bisa aktif sepekan setelah pendaftaran diterima, yang kedua rujukan lembaga jasa kesehatan yang ditunjuk BPJS Kesehatan terbatas dan tidak fleksibel, rumitnya alur pelayanan BPJS Kesehatan karena menerapkan alur pelayanan berjenjang, dan banyak peserta BPJS mengeluhkan pembayaran biaya pengobatan yang tak ditanggung sepenuhnya oleh BPJS (www.tempo.co, 2015).
Menurut Humas UGM dr. Nugroho Wiyadi, MPH sistem pelayanan kesehatan di Indonesia terburuk di ASEAN karena angka harapan hidup penduduk di Indonesia rendah sedangkan angka kematian ibu dan bayi masih tinggi. Data kesehatan global menunjukkan bahwa semakin baik sistem pelayanan kesehatan primer (pertama) semakin baik status kesehatan masyarakatnya serta semakin efisien pelayanannya. Kata Nugroho, ada pelaku pelayanan primer yang secara profesi tidak memiliki kompetensi dan kewenangan yang memadai, sehingga penanganan penyakit tidak sesuai standar, dan sering terjadi pemakaian berbagai obat secara tidak tepat yang pada akhirnya mengakibatkan ketidakefektifan biaya, dan juga masalah-masalah lain seperti resistensi obat akibat pemakaian obat antibiotik. Selain itu, pemahaman masyarakat yang lemah tentang sistem pelayanan kesehatan primer (puskesmas/Dokter Praktek Umum) dan sekunder (Rumah Sakit), mengakibatkan mereka tidak mengikuti sistem rujukan yang ada.
B.     Pembahasan
Pelayanan kesehatan dapat diperoleh mulai dari tingkat Puskesmas, rumah sakit, dokter praktek swasta dan lain-lain. Masyarakat dewasa ini sudah makin kritis menyoroti pelayanan kesehatan dan profesional tenaga kesehatan. Masyarakat menuntut pelayanan kesehatan yang baik dari pihak rumah sakit, disisi lain pemerintah belum dapat memberikan pelayanan sebagaimana yang diharapkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, kecuali rumah sakit swasta yang berorientasi bisnis, dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan baik. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dibutuhkan tenaga kesehatan yang terampil dan fasilitas rumah sakit yang baik, tetapi tidak semua rumah sakit dapat memenuhi kriteria tersebut sehingga meningkatnya kerumitan sistem pelayanan kesehatan dewasa ini (Thalal, 2007).
Seiring dengan perkembangan jaman, persaingan terjadi di berbagai bidang termasuk bidang kesehatan, dan yang paling berpengaruh terhadap globalisasi di antaranya adalah rumah sakit dan tenaga kesehatan. Di rumah sakit, pelayanan kesehatan masih relatif rendah dan masih belum efisien begitu juga dengan tenaga kesehatan yang masih perlu diberdayakan. Rendahnya pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mencerminkan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Dalam makalahnya, Endarini (2001) mengatakan bahwa pelayanan prima dalam konteks pelayanan rumah sakit berarti pelayanan yang diberikan kepada pasien yang berdasarkan standar kualitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaannya kepada rumah sakit (Hadjam, 2001).
Menurut Sunartini (2000) dalam makalahnya menyebutkan pelayanan prima di Rumah Sakit melibatkan seluruh karyawan dari manajer puncak sampai ke pekarya. Para profesi yang meliputi berbagai bidang kedokteran atau kesehatan merupakan ujung tombak pelayanan di Rumah Sakit, yang tidak hanya dituntut profesional akan tetapi juga diharapkan peran serta aktifnya dalam manajemen Rumah Sakit termasuk manajemen mutu. Pelayanan kesehatan yang prima dapat tercapai apabila tenaga kesehatan seperti perawat dapat memperbaharui pelayanan kesehatan (Hadjam, 2001).
Rumah sakit mempunyai prinsip-prinsip utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan seperti memfokuskan pelayanan kesehatan kepada pasien, memiliki sifat kepemimpinan yang harus diterapkan di rumah sakit, memperbaiki kinerja staf di rumah sakit, dan menerapkan praktik kesehatan yang sesuai standar. Namun sampai saat ini, masalah pokok yang masih dihadapi pada sistem pelayanan kesehatan adalah kualitas sumber daya yang kurang professional. Dengan demikian, sumber daya manusia merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi persaingan di bidang kesehatan.
Kualitas pelayanan di rumah sakit perlu ditingkatkan karena merupakan hasil akhir dari interaksi antara struktur, proses, dan keluaran, sehingga kualitas pelayanan yang baik sebagian besar tergantung dari kualitas struktur dan kualitas proses. Keluaran buruk disebabkan stuktur dan proses yang memburuk. Struktur adalah organisasi, manajemen, keuangan, tenaga, sarana dan prasarana lainnya. Proses adalah semua kegiatan tenaga kesehatan yang berinteraksi dengan pasien secara professional. Sedangkan keluaran adalah hasil akhir dari kegiatan tenaga kesehatan terhadap pasien (Pohan, 2007).


Sugiarto (1999) mengungkapkan bahwa dimensi kualitas pelayanan terdiri dari:
1.      Responsibility atau tanggung jawab, merupakan tanggung jawab yang mencakup kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pelayanan serta keakuratan dalam memberikan informasi.
2.      Responsiveness atau kepekaan, yaitu kepekaan terhadap kebutuhan pasien yang diiringi dengan tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan tersebut.
3.      Assurance atau kepastian pelayanan, yaitu bentuk layanan langsung dalam membantu pasien, yang didukung dengan pengetahuan dan keterampilan.
4.      Empati, merupakan kemampuan untuk memahami dan memperhatikan kondisi psikologis pasien, yang dalam hal ini diperlukan upaya untuk memberikan kenyamanan kepada pasien.
Beberapa modal dasar tenaga kesehatan (perawat) dalam melaksanakan pelayanan prima (Tauchid, 2001):
1.      Profesional dalam bidang tugasnya
Keprofesionalan perawat dalam memberikan pelayanan dilihat dari kemampuan perawat berinspirasi, menjalin kepercayaan dengan pasien, mempunyai pengetahuan yang memadai dan kapabilitas terhadap pekerjaan.
2.      Mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi
Keberhasilan perawat dalam membentuk hubungan dan situasi perawatan yang baik antara lain ditentukan oleh kemampuannya berhubungan dengan orang lain, berkomunikasi dan bekerja sama.
3.      Memegang teguh etika profesi
Asuhan keperawatan yang professional sangat tergantung pada bagaimana perawat dalam melaksanakan tugas-tugasnya selaku tenaga profesional berusaha memegang teguh etika profesi.
4.      Mempunyai emosi yang stabil
Seorang perawat diharapkan mempunyai emosi yang masak, stabil dalam menjalankan profesinya. Jika perawat dalam menjalankan tugasnya diiringi dengan ketenangan, tanpa adanya gejolak emosi, maka akan memberikan pengaruh yang besar pada diri pasien.
5.      Percaya Diri
Kepercayaan diri menjadi modal bagi seorang perawat karena perawat dituntut untuk bersikap tegas, tidak boleh ragu-ragu dalam melaksanakan dan memenuhi kebutuhan pasien.
6.      Bersikap wajar
Sikap yang wajar dan tidak dibuat-buat akan memberikan makna yang besar bagi pasien bahwa perawat dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan ketentuan keperawatan dan profesionalismenya.
7.      Berpenampilan memadai
Perawat dengan penampilan yang bersih, seragam yang bersih, dengan penampilan yang segar dalam melakukan tugas-tugas perawatan diharapkan mampu mengubah suasana hati pasien.
Pasien sering kali mendapatkan pengalaman negatif baik berupa perilaku perawat yang tergesa-gesa, tidak sensitif, kurang tanggap atau tidak mampu menjelaskan masalah-masalah medis. Untuk mengatasi hal tersebut dan mampu memberikan pelayanan prima kepada pasien, maka perawat perlu mengembangkan beberapa keterampilan diantaranya:
1. Komunikasi Efektif
Dalam melaksanakan tugasnya, perawat senantiasa melakukan komunikasi dengan pasien. Oleh karena itu perawat dituntut untuk mampu melakukan komunikasi secara efektif agar pasien dapat menerima informasi yang diberikan oleh perawat dengan tepat. Selain dengan pasien, komunikasi juga dilakukan antar paramedis. Komunikasi yang baik antar paramedis tidak hanya memperbaiki pelayanan yang diterima pasien tetapi juga menjaga pasien dari bahaya potensial akibat salah komunikasi.
2.  Mendengarkan Aktif
Mendengarkan secara aktif mempunyai makna bahwa mendengar bukan untuk menjawab akan tetapi mendengar untuk mengerti dan memahami. Dengan demikian jika perawat dalam mendengarkan keluhan pasien tentang penyakitnya, maka perawat akan dapat mengerti bahwa apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya, sehingga respon yang diberikan perawat terasa tepat dan benar bagi pasien, karena ekspresi yang muncul baik verbal maupun non verbal dari perawat sesuai dengan keluhan dan kondisi pasien.
3. Empati
Empati merupakan kemampuan dan kesediaan untuk mengerti, memahami dan ikut merasakan apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan dan apa yang diinginkan pasien. Di dalam empati perawat diharapkan akan mengerti dunia pasien, alam pikiran pasien atau internal frame of reference. Di dalam empati perawat harus masuk ke dalam alur pemikiran dan perasaan pasien tanpa terbawa oleh pasien. Pelayanan prima merupakan suatu keterampilan yang dapat dipelajari dan harus dipunyai oleh seorang perawat yang ideal, karena dalam pelayanan prima terkandung suatu aspek sosial yaitu suka melakukan tindakan sosial atau prosocial behavior tanpa harus ada penguat. Prososial merupakan suatu tindakan yang ada pada diri seseorang untuk menolong dan menyelamatkan suatu objek yang meliputi perbuatan member sumbangan, berbagi rasa, pengalaman dan pengetahuan, bekerja sama, memberi, peduli dan memberi fasilitas untuk kesejahteraan orang lain. Dengan kata lain perilaku prososial merupakan perilaku yang dapat dirasakan oleh orang lain yaitu memberi manfaat dan keuntungan.
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang dimaksud (Azwar, 1997) adalah :
1. Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuos). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat.
2. Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar.
3. Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi sangat penting.
4. Mudah dijangkau
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut biaya. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5.   Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan untuk mencapai pelayanan prima melalui peningkatan mutu pelayanan, yaitu :
1.   Pelanggan dan harapannya
Harapan pelanggan mendorong upaya peningkatan mutu pelayanan. Organisasi pelayanan kesehatan mempunyai banyak pelanggan potensial. Harapan mereka harus diidentifikasi dan diprioritaskan lalu membuat kriteria untuk menilai kesuksesan.
2.   Perbaikan kinerja
Bila harapan pelanggan telah diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah menidentifikasi dan melaksanakan kinerja staf dan dokter untuk mencapai konseling, adanya pengakuan, dan pemberian reward.
3.   Proses perbaikan
Proses perbaikan juga penting. Sering kali kinerja disalahkan karena masalah pelayanan dan ketidakpuasan pelanggan pada saat proses itu sendiri tidak dirancang dengan baik untuk mendukung pelayanan. Dengan melibatkan staf dalam proses pelayanan, maka dapat diidentifikasi masalah proses yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, mendiagnosis penyebab, mengidentifikasi, dan menguji pemecahan atau perbaikan.
4.   Budaya yang mendukung perbaikan terus menerus
Untuk mencapai pelayanan prima diperlukan organisasi yang tertib. Itulah sebabnya perlu untuk memperkuat budaya organisasi sehingga dapat mendukung peningkatan mutu. Untuk dapat melakukannya, harus sejalan dengan dorongan peningkatan mutu pelayanan terus-menerus.


BAB 1V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat. Sedangkan pelayanan prima (excellent service) adalah suatu pelayanan yang terbaik yang sesuai dengan standar kualitas dalam memenuhi harapan dan kebutuhan seseorang. Mutu   pelayanan   kesehatan   merupakan   derajat   kesempurnaan   pelayanan    kesehatan   yang   dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan  sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang  menyelenggarakannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang  telah ditetapkan dengan menyesuaikan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman, dan  memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum, dan   sosial budaya   dengan   memperhatikan   keterbatasan   dan   kemampuan   pemerintah   dan masyarakat konsumen.
Hak adalah tuntutan seorang terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas, dan legalitas. Sedangkan kewajiban adalah tanggung jawab seseorang untuk melakukan sesuatu yang memang harus dilakukan agar dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan haknya. Dengan adanya hak dan kewajiban bagi pasien dan tenaga kesehatan maka diharapkan keduanya dapat terpenuhi sehingga dapat mewujudkan suatu pelayanan kesehatan prima. Masih banyaknya permasalahan dalam bidang kesehatan di Indonesia, menuntut tenaga kesehatan untuk selalu memberikan pelayanan prima bagi pasien melalui peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

B.     Saran
1.      Tenaga kesehatan sebaiknya selalu berusaha memberikan pelayanan prima terhadap pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia.
2.      Tenaga kesehatan dan pasien sebaiknya mengetahui dan memahami apa saja hak dan kewajiban mereka sehingga dapat meminimalisir terjadinya masalah pelayanan kesehatan.
3.      Sebagai mahasiswa kita dapat melakukan advokasi terhadap masyarakat mengenai pentingnya pelayanan prima oleh tenaga kesehatan bagi pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 1997. Sikap Manusia. Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar Asrul. 2011. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Gani, Ascobat. 1995.  Aspek-Aspek Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Rajawali Press.
Hadjam, M Noor Rochman. 2001. “Efektivitas pelayanan Prima Sebagai Upaya Meningkatkan Pelayanan Di Rumah Sakit (Perspektif Psikologi)”. Jurnal Psikologi. Nomor 2: 105-115.
Hidayat, Rachmat. 2013. Pasien Meninggal Gara-Gara Dokter Pergi Berlibur. http://www.tribunnews.com/2013/01/02/pasien-meninggal-gara-gara-dokter-pergi-berlibur, diakses pada 23 Mei 2016.
Humas UGM. 2007. Sistem Pelayanan Kesehatan Indonesia Terburuk di ASEAN. http://ugm.ac.id/id/berita/158sistem.pelayanan.kesehatan.Indonesia.terburuk.di.asean, diakes pada 23 Mei 2016.
Muninjaya, Gde. 2011. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pohan, Imbalo S. 2004. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar Pengertian dan Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Prasetyo, Andry. 2013. Bayi Meninggal Setelah Ditolak 10 Rumah Sakit. http://www.tempo.co/read/news/2013/02/18/083462143/Bayi-Meninggal-Setelah-Ditolak-10-Rumah-Sakit, diakses pada 23 Mei 2016.
Sugiarto, E. 1999. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sukamto, Imam. 2010. 4 Masalah Paling Dikeluhkan dalam Pelayanan BPJS Kesehatan. http://m.tempo.co/read/news/2015/08/09/173690357/4-masalah-paling-dikeluhkan-dalam-pelayanan-bpjs-kesehatan, diakses pada 23 Mei 2016.
Tauchid, C. 2001. Adi Layanan dan Peningkatan Kinerja Keuangan. Makalah (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Kanwil Departemen Kesehatan Propinsi DIY.
Thalal, M dan Hiswanil. 2007. Aspek Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan. Makalah (tidak diterbitkan). Medan: Universitas Sumatera Utara.

LAMPIRAN
4 Masalah Paling Dikeluhkan dalam Pelayanan BPJS Kesehatan  
Minggu, 09 Agustus 2015 | 14:39 WIB
Description: Description: 4 Masalah Paling Dikeluhkan dalam Pelayanan BPJS Kesehatan   
TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.COJakarta - Presidium Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Harli Muin mengatakan program Jaminan Kesehatan Nasional yang pelaksanaannya dipercayakan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih jauh dari makna keadilan. Dia menilai penerapan BPJS Kesehatan masih memiliki persoalan dalam banyak hal.
Yang pertama, ucap Harli, persoalan BPJS Kesehatan sudah muncul sejak proses aktivasi kartu. BPJS menerapkan aturan bahwa kartu pengguna BPJS baru bisa aktif sepekan setelah pendaftaran diterima. "Padahal sakit menimpa tanpa terduga dan tak mungkin bisa ditunda," ujar Harli di Jakarta, Ahad, 9 Agustus 2015.
Selanjutnya, rujukan lembaga jasa kesehatan yang ditunjuk BPJS Kesehatan juga disebut Harli terbatas dan tidak fleksibel. Peserta BPJS hanya boleh memilih satu fasilitas kesehatan untuk memperoleh rujukan dan tak bisa ke faskes lain meski sama-sama bekerja sama dengan BPJS. Keterbatasan itu, tutur Harli, menyulitkan orang yang sering bepergian dan bekerja di tempat jauh.
Masalah lain, menurut Harli, adalah rumitnya alur pelayanan BPJS Kesehatan karena menerapkan alur pelayanan berjenjang. Sebelum ke rumah sakit, peserta wajib terlebih dulu ke faskes tingkat pertama, yaitu puskesmas.
Persoalan keempat, kata Harli, banyak peserta BPJS mengeluhkan pembayaran biaya pengobatan yang tak ditanggung sepenuhnya oleh BPJS. Harli menilai, sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS seharusnya menyelenggarakan sistem jaminan sosial berdasar asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi semua rakyat Indonesia.
Harli mendesak pemerintah segera memperbaiki sistem dan pelaksanaan BPJS Kesehatan. "Agar pelayanan kesehatan yang layak dapat segera terpenuhi."









Bayi Meninggal Setelah Ditolak 10 Rumah Sakit
Senin, 18 Februari 2013 | 19:41 WIB
Description: Description: Bayi Meninggal Setelah Ditolak 10 Rumah Sakit  
TEMPO/Andry Prasetyo
TEMPO.CO, Jakarta - Dera Nur Anggraini, bayi yang baru berusia enam hari, meninggal lantaran sakit pada saluran pencernaannya. Ironisnya, Dera meninggal setelah ditolak oleh 10 rumah sakit yang diminta menangani operasinya.

"Sejak lahir pada Ahad, 10 Februari 2013, Dera divonis sakit di saluran pencernaan," kata ayah Dera, Eliyas Setia Nugroho, ketika ditemui di rumahnya, di daerah Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Senin, 18 Februari 2013. Dera dilahirkan dalam kondisi kembar. Saudara kembarnya, Dara Nur Anggraini, saat ini menjalani perawatan di Rumah Sakit Tarakan.

Dera lahir di Rumah Sakit Zahira, Pasar Minggu. Dia dan kembarannya lahir dengan cara operasi caesar. Saat itu umur kandungan ibu bayi, Lisa Dera Wati, baru masuk tujuh bulan. Pasangan ini menikah pada 2012 lalu.
Dera yang lahir dengan berat 1 kilogram ini langsung dinyatakan sakit dan harus dioperasi. Sayangnya, Rumah Sakit Zahira tidak mampu karena keterbatasan alat. Akhirnya, rumah sakit membuat surat rujukan untuk rumah sakit lain.

Eliyas ditemani ayahnya pada Senin, 11 Februari 2013, langsung mencari rumah sakit. Pertama mereka ke Rumah Sakit Fatmawati, tapi ditolak. Mereka tidak menyerah dan membawa Dera ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. "Di sini kami ditolak karena alasan penuh," katanya.

Mereka kemudian lanjut ke Rumah Sakit Harapan Kita, dan ditolak dengan alasan yang sama: penuh. Lelaki yang sehari-hari berjualan kaus kaki di pasar malam ini kemudian ke Rumah Sakit Harapan Bunda. Di sana mereka dimintai uang Rp 10 juta untuk uang muka.

Hari berikutnya, Eliyas pergi ke Rumah Sakit Triadipa, Rumah Sakit Asrih, dan Rumah Sakit Budi Asih. Ketiga rumah sakit ini pun menolak. Alasannya, ruangan penuh, bahkan ada yang minta uang muka juga. Kemudian mereka ke Rumah Sakit Jakarta Medical Centre, dan ditolak juga. Terakhir mereka ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, yang juga ditolak.

Akhirnya, pada Sabtu, 16 Februari 2013, pukul 18.30 WIB, Dera mengembuskan napas terakhir. Dia meninggal di Rumah Sakit Zahira. Eliyas berharap kejadian seperti ini tidak terulang kembali. "Rakyat kecil seperti kami memang serba sulit jika terbentur dengan ekonomi," katanya.

Eliyas sendiri memang belum memiliki Kartu Jakarta Sehat. Hanya, saat dirawat di Zahira, keluarga ini sudah dibebaskan biaya. Mereka membawa KTP dan kartu keluarga serta surat keterangan tidak mampu.

Adapun juru bicara Rumah Sakit Fatmawati, Lia Partakusuma, menjelaskan bahwa keluarga Dera memang sempat datang. "Keluarga bertanya ada tidaknya alat bantu makan (NICU)," ujarnya ketika dihubungi.

Lia mengatakan, rumah sakit memang memiliki alat tersebut, tapi jumlahnya hanya satu unit. "Kami tawarkan untuk waiting list karena memang sedang dipakai oleh pasien di IGD," ujarnya.

Rumah sakit lain belum dikonfirmasi mengenai kasus ini.

Pasien Meninggal Gara-gara Dokter Pergi Berlibur
Rabu, 2 Januari 2013 01:06 WIB
Description: Description: Pasien Meninggal Gara-gara Dokter Pergi Berlibur
Ilustrasi
TRIBUNNEWS.COM, MAJENE-- Kelalaian tenaga medis kembali memakan korban. Kasmawati (33), seorang guru sekolah menengah di Majene, meninggal dunia, Senin (31/12) dini hari, setelah diabaikan oleh dokter visite di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majene, Sulawesi Barat.
"Selama istri saya di ruang perawatan tidak sekalipun pernah dikunjungi dokter, alasan perawat ketika kami tanya hari Minggu, dokter tidak ada karena libur, katanya nanti hari Senin saja," kata Atjo Indra Dewa, suami almarhumah Kaswati, kepada Tribun, Selasa (1/1).
Keluarga mengeluh karena sejak masuk rumah sakit, Sabtu (29/12) lalu, tidak mendapat perawatan dari dokter visite. Dokter disebutkan, menikmati liburan akhir tahun di Makassar.
Kasmawati masuk di UGD rumah sakit bersubsidi pemerintah itu, setelah mengeluh sakit di bagian kepala.

Tenaga paramedis dan perawat, disebutkan tak berani mengambil keputusan, karena tidak ada dokter
Setelah sempat dirawat di UGD, Kasma dipindahkan ke bagian perawatan VIP, menurut Atjo, saat diruang perawatan itulah pasien tak pernah dikunjungi dokter.
Ia mengaku kecewa karena alasan perawat ketika itu, dokter tidak bisa datang karena hari libur.
"Soal kematian itu adalah takdir, tapi mestinya perawatan bisa lebih maksimal, pengelolaan rumah sakit perlu diperbaiki" tambah Atjo.
Belum ada keterangan resmi dari pihak rumah sakit atas kejadian ini. Kepala RSUD Majene, Dr M Rakhmat, saat dihubungi justru tidak mengetahui kejadian tersebut, dan langsung mematikan hendphone selulernya.
"Siapa namanya? Kapan meninggal? Saya cek dulu," tuturnya, menjawab konfirmasi tribun, semalam.
Saat dihubungi kembali Tribun Timur, momor ponsel si dokter sudah tidak aktif.
Ikhsan Welly, Koordinator LSM Yanmarindo Majene, menilai masalah di RSUD Majene adalah masalah yang sudah lama dan sangat kompleks sehingga membutuhkan kebijaksanaan dari pemerintah kabupaten Majene.
Menurut Ikhsan bukan soal perawatan saja yang perlu dibenahi, soal manajemen secara umum perlu perbaikan.
"Kenapa daerah lain perawatan relatif lebih bagus dan menjadi rumah sakit rujukan warga Majene karena tingginya perhatian pemerintah kabupaten setempat, ini juga yang mesti dilakukan di Majene, pemerintah kabupaten harus turun tangan" kata Ikhsan.
Editor: Rachmat Hidayat
Sumber: Tribun Timur            
Sistem Pelayanan Kesehatan Indonesia Terburuk di ASEAN
Diunggah : Jumat, 23 Maret 2007 — Humas UGM
Kategori : Liputan/Berita
Usia harapan hidup penduduk Indonesia menurut WHO berkisar rata-rata 66,4 tahun. Angka ini jauh berada lebih rendah daripada angka harapan hidup Negara Vietnam rata-rata 69,6 tahun, Filipina rata-rata 68,3 tahun, Malaysia rata-rata 72 tahun, dan Singapura rata-rata 79,6 tahun. Sedangkan angka kematian ibu di Indonesia berjumlah 230 per 100 ribu kelahiran hidup, Vietnam 130, Filipina 200, Malaysia 41, Singapura 15. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia berjumlah 39 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 31, Filipina 28, Malaysia 8, Singapura 3.
Rendahnya angka harapan hidup ini menurut dr. Nugroho Wiyadi, MPH disebabkan ketidakjelasan arah reformasi sistem pelayanan kesehatan primer.
Data kesehatan global menunjukkan bahwa semakin baik sistem pelayanan kesehatan primer (pertama) semakin baik status kesehatan masyarakatnya serta semakin efisien pelayanannya, ujar Nugroho Wiyadi, Jumat (23/3) di Ruang PBL, Gedung Radiputro FK UGM dalam sosialisasi kegiatan Konferensi dan Pertemuan Ilmiah Nasional yang membahas Refinement Arah Reformasi Sistem Pelayanan Kesehatan Primer dan Pengembangan Profesi Dokter Praktek Umum, Dokter Layanan Primer dan Dokter Keluarga, dilaksanakan pada 29-30 Maret 2007.
Kata Nugroho, ada pelaku pelayanan primer yang secara profesi tidak memiliki kompetensi dan kewenangan yang memadai, sehingga penanganan penyakit tidak sesuai standar, dan sering terjadi pemakaian berbagai obat secara tidak tepat yang pada akhirnya mengakibatkan ketidakefektifan biaya, dan juga masalah-masalah lain seperti resistensi obat akibat pemakaian obat antibiotik.
Pemahaman masyarakat yang lemah tentang sistem pelayanan kesehatan primer (puskesmas/Dokter Praktek Umum) dan sekunder (Rumah Sakit), mengakibatkan mereka tidak mengikuti sistem rujukan yang ada. Masyarakat pada kelas ekonomi lemah cenderung memilih pelayanan kesehatan yang paling dekat dan murah, tidak peduli apakah petugas yang dia mintai pertolongan tersebut memiliki kewenangan dan kompetensi yang memadai. Sedangkan masyarakat pada kelas ekonomi menengah ke atas cenderung langsung memeriksa diri ke dokter spesialis dengan berbagai risiko ketidaktepatan pemilihan jenis dokter spesialis yang dipilihnya, papar Nugroho.
Nugroho menambahkan, untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui penyediaan pelayanan yang bermutu, Sejak tahun 2001 Indonesia telah menerapkan kebijakan desentralisasi kesehatan. Fokus dari kebijakan desentralisasi kesehatan tersebut lebih ke arah perubahan kewenangan dan kelembagaan, yang dalam sistem pelayanan kesehatan primer dimanisfestasikan adanya semi otonomi pengelolaan puskesmas, yang sayangnya belum menyentuh reformasi sistem pelayanan primernya itu sendiri, kata Nugroho. (Humas UGM)