TUGAS
TERSTRUKTUR
MATA
KULIAH ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN
PELAYANAN KESEHATAN TENAGA KESEHATAN
Disusun Oleh:
1. Fitria Nafisatin Nahari I1A015032
2. Erina Indriani I1A015036
3. Sylvi Amalia I1A015040
4. Iqbal
Syihabuddin I1A015041
5. Tias Tri
Nurbaiti I1A015042
6. Lady Novia
Endryan I1A015044
7. Ida Suryani I1A015046
Kelas
: B
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN
PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pelayanan
prima (Excellent service) adalah pelayanan sebaik-baiknya kepada
pelanggan sehingga dapat menimbulkan rasa puas pada pelanggan atau sering
disebut juga pelayanan yang bermutu. Pelayanan Prima di Rumah Sakit adalah pelayanan terbaik
yang diberikan oleh karyawan RS untuk memenuhi/bahkan melampaui harapan
pengguna jasa rumah sakit. Dimana harapan ini ditentukan oleh pengalaman masa
lalu terhadap jasa atau produk yang pernah digunakan, Informasi layanan yang
diterima dari berbagai sumber atau janji-janji dan faktor internal dari
pengguna jasa yaitu dari pengguna jasa rumah sakit sendiri. Unsur unsur
melayani prima sebagaimana dimaksud dengan pelayanan umum, sesuai keputusan
Menpan No. 81/1993, yaitu (1) Kesederhanaan,
(2) Kejelasan dan Kepastian, (3) Keamanan, (4) Keterbukaan, (5) Efisien, (6)
Ekonomis, (7) Keadilan yang merata, (8) Ketepatan waktu.
Sejalan
dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak
memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan
negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas
pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang
sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan
organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan
perangkat keilmuan yang beragam, berinteraksi satu sama lain. Pada hakikatnya
rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan. Fungsi yang dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya
merupakan tanggung jawab para tenaga kesehatan, baik itu dokter, perawat, ahli
gizi dan lainnya.
Pelayanan
prima di rumah sakit tidak hanya diberikan oleh dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lain. Akan tetapi, pelayanan prima sudah didapatkan oleh pasien dan
keluarga pasien dari pertama memasuki gerbang rumah sakit. Tetapi pada
kenyataannya, pelayanan prima tidak bisa diberikan oleh semua tenaga kesehatan.
Padahal mayoritas dari tenaga kesehatan Indonesia memiliki pengetahuan yang
baik mengenai pelayanan kesehatan. Tetapi tidak semua tenaga kesehatan
menerapkannya. Inilah yang menjadi masalah yang berdampak buruk bagi citra
rumah sakit Indonesia yaitu dampak dari pelayanan buruk bisa kita rasakan.
Contohnya saja saat ini warga negara Indonesia yang memiliki perekonomian di
atas rata-rata lebih memilih rumah sakit di luar negeri daripada rumah sakit di
Indonesia. Padahal jika kita tinjau dari segi kognitif, pengetahuan tenaga
kesehatan Indonesia tidak kalah dengan tenaga kesehatan yang berada di luar
negeri.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian dari pelayanan
kesehatan dan pelayanan prima?
2. Apa yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan?
3. Bagaimana
hak dan kewajiban pasien dan tenaga kesehatan?
4. Bagaimana masalah
kesehatan di Indonesia yang berkaitan dengan pelayanan prima?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui pengertian pelayanan kesehatan dan pelayanan prima.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan.
3. Memahami
hak dan kewajiban tenaga kesehatan dan pasien.
4. Dapat mengkaji
permasalahan kesehatan di Indonesia yang berkaitan dengan pelayanan prima.
D.
Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa memiliki kompetensi kritis
tentang pemecahan masalah etika, moral dan hukum yang sering terjadi pada
tenaga kesehatan dan masyarakat umum.
2. Melatih mahasiswa melakukan kerja
mandiri dan kerjasama secara berkelompok di dalam kelas maupun di luar kelas
dalam menyelesaikan tugas terstuktur.
3. Meningkatkan wawasan dan logika
berfikir kritis mahasiswa secara berkelompok dengan mempergunakan media dan
sumber informasi dari buku literatur, internet dan narasumber.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian Pelayanan Kesehatan dan Pelayanan Prima
Pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat (Azwar, 1998). Pengertian pelayanan
kesehatan lainnya, dikemukakan oleh Gani (1995) bahwa pelayanan kesehatan dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat berupa tindakan penyembuhan, pencegahan,
pengobatan, dan pemulihan fungsi organ tubuh seperti sedia kala. Pelayanan
kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat
jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan gawat darurat
yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik.
Pelayanan prima (Excellent
Service) menurut pengertian “pelayanan”
yang berarti “usaha melayani
kebutuhan orang lain” atau dari pengertian “melayani” yang berarti “membantu
menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang” (KBBI). Dengan prima atau
excellent yang berarti bermutu tinggi dan memuaskan (melebihi harapan). Jadi,
secara sederhana, pelayanan prima (excellent service) adalah suatu pelayanan
yang terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan. Dengan kata lain,
pelayanan prima merupakan suatu pelayanan yang memenuhi standar kualitas.
B. Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan
merupakan derajat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa
pelayanan kesehatan sesuai dengan
tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang
menyelenggarakannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi
yang telah ditetapkan dengan
menyesuaikan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan
efektif serta diberikan secara aman, dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen.
Kepuasan
pelanggan adalah tanggapan pelanggan terhadap kesesuaian tingkat kepentingan
atau harapan (ekspektasi) pelanggan sebelum mereka menerima jasa pelayanan
dengan sesudah pelayanan yang mereka terima. Kepuasan penggunaan jasa pelayanan
kesehatan dapat disimpulkan sebagai selisih kinerja institusi pelayanan
kesehatan dengan harapan pelanggan (pasien atau kelompok masyarakat)
(Muninjaya, 2011).
Untuk
mengembangkan mutu pelayanan kesehatan, maka harus mengikuti empat kaidah
jaminan mutu, yaitu :
1.
Pemenuhan kebutuhan dan harapan individu
atau kelompok masyarakat penggunaan jasa pelayanan kesehatan.
2.
Mengikuti system dan proses di dalam
institusi pelayanan kesehatan.
3.
Menggunakan data untuk menganalisis
proses penyediaan dan produk pelayanan kesehatan.
4.
Mendorong berkembangnya team work yang solid untuk mengatasi
setiap hambatan dan kendala yang muncul dalam proses pengembangan mutu secara
berkesinambungan.
C.
Hak dan Kewajiban
Hak adalah tuntutan seorang terhadap
sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas,
dan legalitas.
Kewajiban adalah tanggung jawab
seseorang untuk melakukan sesuatu yang memang harus dilakukan agar dapat
dipertanggung jawabkan sesuai dengan haknya.
1.
Hak dan Kewajiban Pasien
a. Hak
Pasien
1)
Pasien berhak memperoleh informasi
mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
2)
Pasien berhak atas pelayanan yang
manusiawi, adil dan jujur.
3)
Pasien berhak memperoleh pelayanan medis
yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran / kedokteran gigi dan
tanpa diskriminasi.
4)
Pasien berhak memperoleh asuhan
keperawatan dengan standar profesi keperawatan.
5)
Pasien berhak memilih dokter dan kelas
perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku
di rumah sakit.
6)
Pasien berhak dirawat oleh dokter yang
secara bebas menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur
tangan dari pihak luar.
7)
Pasien berhak meminta konsultasi kepada
dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion)
terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat.
8)
Pasien berhak atas “privacy” dan
kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.
9)
Pasien berhak mendapat informasi yang
meliputi :
a) Penyakit
yang diderita tindakan medik apa yang hendak dilakukan.
b) Kemungkinan
penyakit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya.
c) Alternatif
terapi lainnya.
d) Prognosanya.
e) Perkiraan
biaya pengobatan.
10) Pasien
berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan
dengan penyakit yang dideritanya.
11) Pasien
berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri
pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi
yang jelas tentang penyakitnya.
12) Pasien
berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
13) Pasien
berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal
itu tidak mengganggu pasien lainnya.
14) Pasien
berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah
sakit.
15) Pasien
berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan perlakuan rumah sakit
terhadap dirinya.
16) Pasien
berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
b. Kewajiban
Pasien
1)
Pasien dan keluarganya berkewajiban
untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib rumah sakit.
2)
Pasien berkewajiban untuk mematuhi
segala instruksi dokter dan perawat dalam pengobatannya.
3)
Pasien berkewajiban memberikan informasi
dengan jujur dan selengkapnya tentang penyakit yang diderita kepada dokter
yang merawat.
4)
Pasien dan atau penanggungnya
berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah
sakit/dokter.
5)
Pasien dan atau penanggungnya
berkewajiban memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah
dibuatnya.
6)
Memahami dan menerima konsekuensi
pelayanan.
7)
Memperhatikan sikap menghormati dan
tenggang rasa.
2.
Hak dan Kewajiban Tenaga Kesehatan
Dimana ada keseimbangan antara tuntutan profesi dengan apa yang
semestinya didapatkan dari pengembanan tugas secara maksimal. Memperoleh
perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar
profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan salah satu hak nakes
yang mempertahankan kredibilitasnya dibidang hukum serta menyangkut aspek legal
atas dasar peraturan perundang-undangan dari pusat maupun daerah.
a.
Hak Tenaga Kesehatan
1)
Memperoleh perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2)
Menolak keinginan
klien/pasien yang bertentangan dengan peraturan perundangan serta standar
profesi dan kode etik profesi.
3)
Mendapatkan informasi
lengkap dari klien/pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya.
4)
Meningkatkan pengetahuan
berdasarkan perkembangan IPTEK dalam bidang keperawatan/kebidanan/kesehatan
secara terus menerus.
5)
Diperlakukan adil dan jujur
oleh rumah sakit maupun klien/pasien dan atau keluarganya.
6)
Mendapatkan jaminan
perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya.
7)
Diperhatikan privasinya dan
berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh klien/pasien dan atau
keluarganya serta tenaga kesehatan lain.
8)
Menolak pihak lain yang
memberi anjuran/permintaan tertulis untuk melakukan tindakan yang bertentangan
dengan perundang-undangan, standar profesi dan kode etik profesi
9)
Mendapatkan perhargaan imbalan
yang layak dari jasa profesinya sesuai peraturan/ketentuan yang berlaku di
rumah sakit.
10) Memperoleh kesempatan mengembangkan karir sesuai dengan bidang
profesinya.
b.
Kewajiban Tenaga Kesehatan
1)
Tenaga kesehatan wajib
menghormati hak-hak pasien.
2)
Tenaga Kesehatan menyimpan
rahasia pasien/klien sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3)
Mematuhi standar profesi
& kode etik tenaga kesehatan dalam melaksanakan praktik.
4)
Melaksanakan program
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Mentaati semua
peraturan perundang-undangan.
BAB
III
TINJAUAN
KASUS DAN PEMBAHASAN
A.
Tinjauan Kasus
Masalah sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum terjangkau dan tidak berpihak
kepada rakyat dengan golongan ekonomi menengah kebawah, hal ini diungkapkan
atas dasar beberapa fakta di lapangan yang berhasil diliput media massa. Fakta
itu antara lain berita di Majene, Sulewesi Barat mengatakan bahwa ada pasien
yang meninggal karena ditinggal dokter berlibur akhir tahun dan perawat yang
bertugas di RS saat itu tidak berani ambil keputusan (www.tribunnews.com,
2013).
Bukti lain
masalah pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (RS) adalah kasus bayi kembar lahir
prematur yang bernama Dera, meninggal setelah ditolak 10 RS karena alasan penuh
dan keterbatasan alat. Bahkan Ayah Dera juga mengatakan di antara 10 Rumah
Sakit yang dikunjunginya ada pihak RS yg meminta uang muka Rp 10 juta.
(www.tempo.co, 2013).
Selain itu,
banyak masyarakat yang mengeluhkan masalah dalam pelayanan BPJS. Presidium
Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Harli Muin mengatakan
program JKN yang pelaksanaannya dipercayakan pada BPJS Kesehatan masih jauh
dari makna keadilan. Dia menilai penerapan BPJS Kesehatan masih memiliki
persoalan dalam banyak hal diantaranya yaitu proses aktivasi kartu karena BPJS
menerapkan aturan bahwa kartu pengguna BPJS baru bisa aktif sepekan setelah
pendaftaran diterima, yang kedua rujukan lembaga jasa kesehatan yang ditunjuk
BPJS Kesehatan terbatas dan tidak fleksibel, rumitnya alur pelayanan BPJS
Kesehatan karena menerapkan alur pelayanan berjenjang, dan banyak peserta BPJS
mengeluhkan pembayaran biaya pengobatan yang tak ditanggung sepenuhnya oleh
BPJS (www.tempo.co, 2015).
Menurut Humas
UGM dr. Nugroho Wiyadi, MPH sistem pelayanan kesehatan di Indonesia terburuk di
ASEAN karena angka harapan hidup penduduk di Indonesia rendah sedangkan angka
kematian ibu dan bayi masih tinggi. Data kesehatan global menunjukkan bahwa
semakin baik sistem pelayanan kesehatan primer (pertama) semakin baik status kesehatan
masyarakatnya serta semakin efisien pelayanannya. Kata Nugroho, ada pelaku
pelayanan primer yang secara profesi tidak memiliki kompetensi dan kewenangan
yang memadai, sehingga penanganan penyakit tidak sesuai standar, dan sering
terjadi pemakaian berbagai obat secara tidak tepat yang pada akhirnya
mengakibatkan ketidakefektifan biaya, dan juga masalah-masalah lain seperti
resistensi obat akibat pemakaian obat antibiotik. Selain itu, pemahaman
masyarakat yang lemah tentang sistem pelayanan kesehatan primer
(puskesmas/Dokter Praktek Umum) dan sekunder (Rumah Sakit), mengakibatkan
mereka tidak mengikuti sistem rujukan yang ada.
B.
Pembahasan
Pelayanan
kesehatan dapat diperoleh mulai dari tingkat Puskesmas, rumah sakit, dokter
praktek swasta dan lain-lain. Masyarakat dewasa ini sudah makin kritis
menyoroti pelayanan kesehatan dan profesional tenaga kesehatan. Masyarakat
menuntut pelayanan kesehatan yang baik dari pihak rumah sakit, disisi lain
pemerintah belum dapat memberikan pelayanan sebagaimana yang diharapkan karena
adanya keterbatasan-keterbatasan, kecuali rumah sakit swasta yang berorientasi
bisnis, dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan baik. Untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan dibutuhkan tenaga kesehatan yang terampil dan fasilitas
rumah sakit yang baik, tetapi tidak semua rumah sakit dapat memenuhi kriteria
tersebut sehingga meningkatnya kerumitan sistem pelayanan kesehatan dewasa ini
(Thalal, 2007).
Seiring
dengan perkembangan jaman, persaingan terjadi di berbagai bidang termasuk
bidang kesehatan, dan yang paling berpengaruh terhadap globalisasi di antaranya
adalah rumah sakit dan tenaga kesehatan. Di rumah sakit, pelayanan kesehatan
masih relatif rendah dan masih belum efisien begitu juga dengan tenaga
kesehatan yang masih perlu diberdayakan. Rendahnya pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan mencerminkan rendahnya kualitas pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
Dalam
makalahnya, Endarini (2001) mengatakan bahwa pelayanan prima dalam konteks
pelayanan rumah sakit berarti pelayanan yang diberikan kepada pasien yang
berdasarkan standar kualitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien
sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan
kepercayaannya kepada rumah sakit (Hadjam, 2001).
Menurut
Sunartini (2000) dalam makalahnya menyebutkan pelayanan prima di Rumah Sakit
melibatkan seluruh karyawan dari manajer puncak sampai ke pekarya. Para profesi
yang meliputi berbagai bidang kedokteran atau kesehatan merupakan ujung tombak
pelayanan di Rumah Sakit, yang tidak hanya dituntut profesional akan tetapi
juga diharapkan peran serta aktifnya dalam manajemen Rumah Sakit termasuk
manajemen mutu. Pelayanan kesehatan yang prima dapat tercapai apabila tenaga
kesehatan seperti perawat dapat memperbaharui pelayanan kesehatan (Hadjam,
2001).
Rumah sakit
mempunyai prinsip-prinsip utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
seperti memfokuskan pelayanan kesehatan kepada pasien, memiliki sifat
kepemimpinan yang harus diterapkan di rumah sakit, memperbaiki kinerja staf di
rumah sakit, dan menerapkan praktik kesehatan yang sesuai standar. Namun sampai
saat ini, masalah pokok yang masih dihadapi pada sistem pelayanan kesehatan
adalah kualitas sumber daya yang kurang professional. Dengan demikian, sumber
daya manusia merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi persaingan di bidang
kesehatan.
Kualitas
pelayanan di rumah sakit perlu ditingkatkan karena merupakan hasil akhir dari
interaksi antara struktur, proses, dan keluaran, sehingga kualitas pelayanan
yang baik sebagian besar tergantung dari kualitas struktur dan kualitas proses.
Keluaran buruk disebabkan stuktur dan proses yang memburuk. Struktur adalah
organisasi, manajemen, keuangan, tenaga, sarana dan prasarana lainnya. Proses
adalah semua kegiatan tenaga kesehatan yang berinteraksi dengan pasien secara
professional. Sedangkan keluaran adalah hasil akhir dari kegiatan tenaga
kesehatan terhadap pasien (Pohan, 2007).
Sugiarto (1999)
mengungkapkan bahwa dimensi kualitas pelayanan terdiri dari:
1.
Responsibility atau
tanggung jawab, merupakan tanggung jawab yang mencakup kecepatan dan ketepatan
dalam memberikan pelayanan serta keakuratan dalam memberikan informasi.
2.
Responsiveness atau
kepekaan, yaitu kepekaan terhadap kebutuhan pasien yang diiringi dengan
tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan tersebut.
3.
Assurance atau
kepastian pelayanan, yaitu bentuk layanan langsung dalam membantu pasien, yang
didukung dengan pengetahuan dan keterampilan.
4.
Empati, merupakan kemampuan untuk
memahami dan memperhatikan kondisi psikologis pasien, yang dalam hal ini
diperlukan upaya untuk memberikan kenyamanan kepada pasien.
Beberapa modal dasar tenaga kesehatan (perawat) dalam
melaksanakan pelayanan prima (Tauchid, 2001):
1. Profesional
dalam bidang tugasnya
Keprofesionalan perawat
dalam memberikan pelayanan dilihat dari kemampuan perawat berinspirasi,
menjalin kepercayaan dengan pasien, mempunyai pengetahuan yang memadai dan
kapabilitas terhadap pekerjaan.
2. Mempunyai
kemampuan dalam berkomunikasi
Keberhasilan perawat
dalam membentuk hubungan dan situasi perawatan yang baik antara lain ditentukan
oleh kemampuannya berhubungan dengan orang lain, berkomunikasi dan bekerja sama.
3. Memegang
teguh etika profesi
Asuhan keperawatan yang
professional sangat tergantung pada bagaimana perawat dalam melaksanakan
tugas-tugasnya selaku tenaga profesional berusaha memegang teguh etika profesi.
4. Mempunyai
emosi yang stabil
Seorang perawat
diharapkan mempunyai emosi yang masak, stabil dalam menjalankan profesinya.
Jika perawat dalam menjalankan tugasnya diiringi dengan ketenangan, tanpa
adanya gejolak emosi, maka akan memberikan pengaruh yang besar pada diri
pasien.
5. Percaya
Diri
Kepercayaan diri
menjadi modal bagi seorang perawat karena perawat dituntut untuk bersikap
tegas, tidak boleh ragu-ragu dalam melaksanakan dan memenuhi kebutuhan pasien.
6. Bersikap
wajar
Sikap yang wajar dan
tidak dibuat-buat akan memberikan makna yang besar bagi pasien bahwa perawat
dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan ketentuan keperawatan dan
profesionalismenya.
7. Berpenampilan
memadai
Perawat dengan
penampilan yang bersih, seragam yang bersih, dengan penampilan yang segar dalam
melakukan tugas-tugas perawatan diharapkan mampu mengubah suasana hati pasien.
Pasien sering kali mendapatkan pengalaman negatif baik
berupa perilaku perawat yang tergesa-gesa, tidak sensitif, kurang tanggap atau
tidak mampu menjelaskan masalah-masalah medis. Untuk mengatasi hal tersebut dan
mampu memberikan pelayanan prima kepada pasien, maka perawat perlu
mengembangkan beberapa keterampilan diantaranya:
1. Komunikasi Efektif
Dalam
melaksanakan tugasnya, perawat senantiasa melakukan komunikasi dengan pasien.
Oleh karena itu perawat dituntut untuk mampu melakukan komunikasi secara
efektif agar pasien dapat menerima informasi yang diberikan oleh perawat dengan
tepat. Selain dengan pasien, komunikasi juga dilakukan antar paramedis.
Komunikasi yang baik antar paramedis tidak hanya memperbaiki pelayanan yang
diterima pasien tetapi juga menjaga pasien dari bahaya potensial akibat salah
komunikasi.
2. Mendengarkan Aktif
Mendengarkan
secara aktif mempunyai makna bahwa mendengar bukan untuk menjawab akan tetapi
mendengar untuk mengerti dan memahami. Dengan demikian jika perawat dalam
mendengarkan keluhan pasien tentang penyakitnya, maka perawat akan dapat
mengerti bahwa apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya, sehingga
respon yang diberikan perawat terasa tepat dan benar bagi pasien, karena
ekspresi yang muncul baik verbal maupun non verbal dari perawat sesuai dengan
keluhan dan kondisi pasien.
3. Empati
Empati
merupakan kemampuan dan kesediaan untuk mengerti, memahami dan ikut merasakan
apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan dan apa yang diinginkan pasien. Di
dalam empati perawat diharapkan akan mengerti dunia pasien, alam pikiran pasien
atau internal frame of reference. Di dalam empati perawat harus
masuk ke dalam alur pemikiran dan perasaan pasien tanpa terbawa oleh pasien.
Pelayanan prima merupakan suatu keterampilan yang dapat dipelajari dan harus
dipunyai oleh seorang perawat yang ideal, karena dalam pelayanan prima
terkandung suatu aspek sosial yaitu suka melakukan tindakan sosial atau prosocial
behavior tanpa harus ada penguat. Prososial merupakan suatu tindakan
yang ada pada diri seseorang untuk menolong dan menyelamatkan suatu objek yang
meliputi perbuatan member sumbangan, berbagi rasa, pengalaman dan pengetahuan,
bekerja sama, memberi, peduli dan memberi fasilitas untuk kesejahteraan orang
lain. Dengan kata lain perilaku prososial merupakan perilaku yang dapat
dirasakan oleh orang lain yaitu memberi manfaat dan keuntungan.
Syarat
pokok pelayanan kesehatan yang dimaksud (Azwar, 1997) adalah :
1. Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan
yang baik adalah pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat (available)
serta bersifat berkesinambungan (continuos). Artinya semua jenis pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat.
2. Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan
yang baik adalah apa yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta
bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak
bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan
masyarakat dan bersifat wajar.
3. Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai
(accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini
terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan
kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi sangat penting.
4. Mudah dijangkau
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat
adalah mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan
di sini terutama dari sudut biaya. Pengertian keterjangkauan di sini terutama
dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat
diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan
sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5.
Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang
kelima adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan,
yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain
tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah
ditetapkan.
Ada
empat hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan untuk mencapai pelayanan
prima melalui peningkatan mutu pelayanan, yaitu :
1. Pelanggan dan harapannya
Harapan pelanggan mendorong upaya
peningkatan mutu pelayanan. Organisasi pelayanan kesehatan mempunyai banyak
pelanggan potensial. Harapan mereka harus diidentifikasi dan diprioritaskan
lalu membuat kriteria untuk menilai kesuksesan.
2. Perbaikan kinerja
Bila harapan pelanggan telah
diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah menidentifikasi dan melaksanakan
kinerja staf dan dokter untuk mencapai konseling, adanya pengakuan, dan
pemberian reward.
3. Proses perbaikan
Proses perbaikan juga penting. Sering kali
kinerja disalahkan karena masalah pelayanan dan ketidakpuasan pelanggan pada
saat proses itu sendiri tidak dirancang dengan baik untuk mendukung pelayanan.
Dengan melibatkan staf dalam proses pelayanan, maka dapat diidentifikasi
masalah proses yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, mendiagnosis
penyebab, mengidentifikasi, dan menguji pemecahan atau perbaikan.
4. Budaya yang mendukung perbaikan terus
menerus
Untuk mencapai pelayanan prima diperlukan
organisasi yang tertib. Itulah sebabnya perlu untuk memperkuat budaya
organisasi sehingga dapat mendukung peningkatan mutu. Untuk dapat melakukannya,
harus sejalan dengan dorongan peningkatan mutu pelayanan terus-menerus.
BAB 1V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pelayanan kesehatan adalah
setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok, dan ataupun masyarakat. Sedangkan pelayanan prima (excellent service)
adalah suatu pelayanan yang terbaik yang sesuai dengan standar kualitas dalam
memenuhi harapan dan kebutuhan seseorang. Mutu pelayanan
kesehatan merupakan derajat
kesempurnaan pelayanan kesehatan
yang dapat memuaskan setiap
pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai
dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang menyelenggarakannya sesuai dengan standar dan
kode etik profesi yang telah ditetapkan
dengan menyesuaikan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan
efektif serta diberikan secara aman, dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen.
Hak adalah tuntutan seorang terhadap
sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas,
dan legalitas. Sedangkan kewajiban adalah tanggung jawab seseorang untuk
melakukan sesuatu yang memang harus dilakukan agar dapat dipertanggung jawabkan
sesuai dengan haknya. Dengan adanya hak dan kewajiban bagi pasien dan tenaga
kesehatan maka diharapkan keduanya dapat terpenuhi sehingga dapat mewujudkan
suatu pelayanan kesehatan prima. Masih banyaknya permasalahan dalam bidang
kesehatan di Indonesia, menuntut tenaga kesehatan untuk selalu memberikan
pelayanan prima bagi pasien melalui peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
B. Saran
1.
Tenaga kesehatan sebaiknya selalu berusaha
memberikan pelayanan prima terhadap pasien sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan di Indonesia.
2.
Tenaga kesehatan dan pasien sebaiknya mengetahui
dan memahami apa saja hak dan kewajiban mereka sehingga dapat meminimalisir
terjadinya masalah pelayanan kesehatan.
3.
Sebagai mahasiswa kita dapat melakukan
advokasi terhadap masyarakat mengenai pentingnya pelayanan prima oleh tenaga
kesehatan bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 1997. Sikap Manusia.
Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar Asrul. 2011. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Gani, Ascobat. 1995. Aspek-Aspek Pelayanan Kesehatan. Jakarta:
Rajawali Press.
Hadjam, M Noor Rochman. 2001. “Efektivitas pelayanan
Prima Sebagai Upaya Meningkatkan Pelayanan Di Rumah Sakit (Perspektif
Psikologi)”. Jurnal Psikologi. Nomor
2: 105-115.
Hidayat, Rachmat. 2013. Pasien Meninggal Gara-Gara
Dokter Pergi Berlibur. http://www.tribunnews.com/2013/01/02/pasien-meninggal-gara-gara-dokter-pergi-berlibur,
diakses pada 23 Mei 2016.
Humas UGM. 2007. Sistem Pelayanan Kesehatan Indonesia
Terburuk di ASEAN. http://ugm.ac.id/id/berita/158sistem.pelayanan.kesehatan.Indonesia.terburuk.di.asean,
diakes pada 23 Mei 2016.
Muninjaya, Gde. 2011. Manajemen Mutu
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pohan, Imbalo S. 2004. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar Pengertian dan Penerapan.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Prasetyo, Andry. 2013. Bayi Meninggal Setelah
Ditolak 10 Rumah Sakit. http://www.tempo.co/read/news/2013/02/18/083462143/Bayi-Meninggal-Setelah-Ditolak-10-Rumah-Sakit,
diakses pada 23 Mei 2016.
Sugiarto,
E. 1999. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Sukamto, Imam. 2010. 4
Masalah Paling Dikeluhkan dalam Pelayanan BPJS Kesehatan. http://m.tempo.co/read/news/2015/08/09/173690357/4-masalah-paling-dikeluhkan-dalam-pelayanan-bpjs-kesehatan,
diakses pada 23 Mei 2016.
Tauchid,
C. 2001. Adi Layanan dan Peningkatan Kinerja Keuangan. Makalah (tidak
diterbitkan). Yogyakarta: Kanwil Departemen Kesehatan Propinsi DIY.
Thalal,
M dan Hiswanil. 2007. Aspek Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan. Makalah (tidak diterbitkan). Medan:
Universitas Sumatera Utara.
LAMPIRAN
4
Masalah Paling Dikeluhkan dalam Pelayanan BPJS Kesehatan
Minggu,
09 Agustus 2015 | 14:39 WIB
TEMPO/Imam
Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta -
Presidium Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Harli Muin
mengatakan program Jaminan Kesehatan Nasional yang pelaksanaannya dipercayakan
pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih jauh dari makna
keadilan. Dia menilai penerapan BPJS Kesehatan masih memiliki persoalan dalam
banyak hal.
Yang pertama, ucap Harli, persoalan BPJS Kesehatan
sudah muncul sejak proses aktivasi kartu. BPJS menerapkan aturan bahwa kartu
pengguna BPJS baru bisa aktif sepekan setelah pendaftaran diterima.
"Padahal sakit menimpa tanpa terduga dan tak mungkin bisa ditunda,"
ujar Harli di Jakarta, Ahad, 9 Agustus 2015.
Selanjutnya, rujukan lembaga jasa kesehatan yang
ditunjuk BPJS Kesehatan juga disebut Harli terbatas dan tidak fleksibel.
Peserta BPJS hanya boleh memilih satu fasilitas kesehatan untuk memperoleh
rujukan dan tak bisa ke faskes lain meski sama-sama bekerja sama dengan BPJS.
Keterbatasan itu, tutur Harli, menyulitkan orang yang sering bepergian dan
bekerja di tempat jauh.
Masalah lain, menurut Harli, adalah rumitnya alur
pelayanan BPJS Kesehatan karena menerapkan alur pelayanan berjenjang. Sebelum
ke rumah sakit, peserta wajib terlebih dulu ke faskes tingkat pertama, yaitu puskesmas.
Persoalan keempat, kata Harli, banyak peserta BPJS
mengeluhkan pembayaran biaya pengobatan yang tak ditanggung sepenuhnya oleh
BPJS. Harli menilai, sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011,
BPJS seharusnya menyelenggarakan sistem jaminan sosial berdasar asas
kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi semua rakyat Indonesia.
Harli mendesak pemerintah segera memperbaiki sistem
dan pelaksanaan BPJS Kesehatan. "Agar pelayanan kesehatan yang layak dapat
segera terpenuhi."
Bayi
Meninggal Setelah Ditolak 10 Rumah Sakit
Senin, 18 Februari 2013 | 19:41 WIB
TEMPO/Andry
Prasetyo
TEMPO.CO, Jakarta
- Dera Nur Anggraini, bayi yang baru berusia enam hari, meninggal lantaran
sakit pada saluran pencernaannya. Ironisnya, Dera meninggal setelah ditolak
oleh 10 rumah sakit yang diminta menangani operasinya.
"Sejak
lahir pada Ahad, 10 Februari 2013, Dera divonis sakit di saluran
pencernaan," kata ayah Dera, Eliyas Setia Nugroho, ketika ditemui di
rumahnya, di daerah Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Senin, 18
Februari 2013. Dera dilahirkan dalam kondisi kembar. Saudara kembarnya, Dara
Nur Anggraini, saat ini menjalani perawatan di Rumah Sakit Tarakan.
Dera
lahir di Rumah Sakit Zahira, Pasar Minggu. Dia dan kembarannya lahir dengan
cara operasi caesar. Saat itu umur kandungan ibu bayi, Lisa Dera Wati,
baru masuk tujuh bulan. Pasangan ini menikah pada 2012 lalu.
Dera
yang lahir dengan berat 1 kilogram ini langsung dinyatakan sakit dan harus
dioperasi. Sayangnya, Rumah Sakit Zahira tidak mampu karena keterbatasan alat.
Akhirnya, rumah sakit membuat surat rujukan untuk rumah sakit lain.
Eliyas
ditemani ayahnya pada Senin, 11 Februari 2013, langsung mencari rumah sakit.
Pertama mereka ke Rumah Sakit Fatmawati, tapi ditolak. Mereka tidak menyerah
dan membawa Dera ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. "Di sini kami ditolak
karena alasan penuh," katanya.
Mereka kemudian lanjut ke Rumah Sakit Harapan Kita, dan ditolak dengan alasan yang sama: penuh. Lelaki yang sehari-hari berjualan kaus kaki di pasar malam ini kemudian ke Rumah Sakit Harapan Bunda. Di sana mereka dimintai uang Rp 10 juta untuk uang muka.
Hari berikutnya, Eliyas pergi ke Rumah Sakit Triadipa, Rumah Sakit Asrih, dan Rumah Sakit Budi Asih. Ketiga rumah sakit ini pun menolak. Alasannya, ruangan penuh, bahkan ada yang minta uang muka juga. Kemudian mereka ke Rumah Sakit Jakarta Medical Centre, dan ditolak juga. Terakhir mereka ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, yang juga ditolak.
Akhirnya, pada Sabtu, 16 Februari 2013, pukul 18.30 WIB, Dera mengembuskan napas terakhir. Dia meninggal di Rumah Sakit Zahira. Eliyas berharap kejadian seperti ini tidak terulang kembali. "Rakyat kecil seperti kami memang serba sulit jika terbentur dengan ekonomi," katanya.
Eliyas sendiri memang belum memiliki Kartu Jakarta Sehat. Hanya, saat dirawat di Zahira, keluarga ini sudah dibebaskan biaya. Mereka membawa KTP dan kartu keluarga serta surat keterangan tidak mampu.
Adapun juru bicara Rumah Sakit Fatmawati, Lia Partakusuma, menjelaskan bahwa keluarga Dera memang sempat datang. "Keluarga bertanya ada tidaknya alat bantu makan (NICU)," ujarnya ketika dihubungi.
Lia mengatakan, rumah sakit memang memiliki alat tersebut, tapi jumlahnya hanya satu unit. "Kami tawarkan untuk waiting list karena memang sedang dipakai oleh pasien di IGD," ujarnya.
Rumah sakit lain belum dikonfirmasi mengenai kasus ini.
Mereka kemudian lanjut ke Rumah Sakit Harapan Kita, dan ditolak dengan alasan yang sama: penuh. Lelaki yang sehari-hari berjualan kaus kaki di pasar malam ini kemudian ke Rumah Sakit Harapan Bunda. Di sana mereka dimintai uang Rp 10 juta untuk uang muka.
Hari berikutnya, Eliyas pergi ke Rumah Sakit Triadipa, Rumah Sakit Asrih, dan Rumah Sakit Budi Asih. Ketiga rumah sakit ini pun menolak. Alasannya, ruangan penuh, bahkan ada yang minta uang muka juga. Kemudian mereka ke Rumah Sakit Jakarta Medical Centre, dan ditolak juga. Terakhir mereka ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, yang juga ditolak.
Akhirnya, pada Sabtu, 16 Februari 2013, pukul 18.30 WIB, Dera mengembuskan napas terakhir. Dia meninggal di Rumah Sakit Zahira. Eliyas berharap kejadian seperti ini tidak terulang kembali. "Rakyat kecil seperti kami memang serba sulit jika terbentur dengan ekonomi," katanya.
Eliyas sendiri memang belum memiliki Kartu Jakarta Sehat. Hanya, saat dirawat di Zahira, keluarga ini sudah dibebaskan biaya. Mereka membawa KTP dan kartu keluarga serta surat keterangan tidak mampu.
Adapun juru bicara Rumah Sakit Fatmawati, Lia Partakusuma, menjelaskan bahwa keluarga Dera memang sempat datang. "Keluarga bertanya ada tidaknya alat bantu makan (NICU)," ujarnya ketika dihubungi.
Lia mengatakan, rumah sakit memang memiliki alat tersebut, tapi jumlahnya hanya satu unit. "Kami tawarkan untuk waiting list karena memang sedang dipakai oleh pasien di IGD," ujarnya.
Rumah sakit lain belum dikonfirmasi mengenai kasus ini.
Pasien
Meninggal Gara-gara Dokter Pergi Berlibur
Rabu, 2
Januari 2013 01:06 WIB
Ilustrasi
TRIBUNNEWS.COM, MAJENE--
Kelalaian tenaga medis kembali memakan korban. Kasmawati (33), seorang guru
sekolah menengah di Majene, meninggal dunia, Senin (31/12) dini hari, setelah
diabaikan oleh dokter visite di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majene, Sulawesi
Barat.
"Selama istri saya di ruang perawatan tidak
sekalipun pernah dikunjungi dokter, alasan perawat ketika kami tanya hari
Minggu, dokter tidak ada karena libur, katanya nanti hari Senin saja,"
kata Atjo Indra Dewa, suami almarhumah Kaswati, kepada Tribun, Selasa (1/1).
Keluarga mengeluh karena sejak masuk rumah sakit,
Sabtu (29/12) lalu, tidak mendapat perawatan dari dokter visite. Dokter
disebutkan, menikmati liburan akhir tahun di Makassar.
Kasmawati masuk di UGD rumah sakit bersubsidi
pemerintah itu, setelah mengeluh sakit di bagian kepala.
Tenaga paramedis dan perawat, disebutkan tak berani
mengambil keputusan, karena tidak ada dokter
Setelah sempat dirawat di UGD, Kasma dipindahkan ke bagian perawatan VIP, menurut Atjo, saat diruang perawatan itulah pasien tak pernah dikunjungi dokter.
Setelah sempat dirawat di UGD, Kasma dipindahkan ke bagian perawatan VIP, menurut Atjo, saat diruang perawatan itulah pasien tak pernah dikunjungi dokter.
Ia mengaku kecewa karena alasan perawat ketika itu,
dokter tidak bisa datang karena hari libur.
"Soal kematian itu adalah takdir, tapi mestinya perawatan bisa lebih maksimal, pengelolaan rumah sakit perlu diperbaiki" tambah Atjo.
"Soal kematian itu adalah takdir, tapi mestinya perawatan bisa lebih maksimal, pengelolaan rumah sakit perlu diperbaiki" tambah Atjo.
Belum ada keterangan resmi dari pihak rumah sakit
atas kejadian ini. Kepala RSUD Majene, Dr M Rakhmat, saat dihubungi justru
tidak mengetahui kejadian tersebut, dan langsung mematikan hendphone
selulernya.
"Siapa namanya? Kapan meninggal? Saya cek
dulu," tuturnya, menjawab konfirmasi tribun, semalam.
Saat dihubungi kembali Tribun Timur, momor ponsel si dokter sudah tidak aktif.
Saat dihubungi kembali Tribun Timur, momor ponsel si dokter sudah tidak aktif.
Ikhsan Welly, Koordinator LSM Yanmarindo Majene,
menilai masalah di RSUD Majene adalah masalah yang sudah lama dan sangat
kompleks sehingga membutuhkan kebijaksanaan dari pemerintah kabupaten Majene.
Menurut Ikhsan bukan soal perawatan saja yang perlu
dibenahi, soal manajemen secara umum perlu perbaikan.
"Kenapa daerah lain perawatan relatif lebih
bagus dan menjadi rumah sakit rujukan warga Majene karena tingginya perhatian
pemerintah kabupaten setempat, ini juga yang mesti dilakukan di Majene,
pemerintah kabupaten harus turun tangan" kata Ikhsan.
Editor:
Rachmat Hidayat
Sistem Pelayanan
Kesehatan Indonesia Terburuk di ASEAN
Diunggah
: Jumat, 23 Maret 2007 — Humas UGM
Kategori
: Liputan/Berita
Usia harapan hidup penduduk
Indonesia menurut WHO berkisar rata-rata 66,4 tahun. Angka ini jauh berada
lebih rendah daripada angka harapan hidup Negara Vietnam rata-rata 69,6 tahun,
Filipina rata-rata 68,3 tahun, Malaysia rata-rata 72 tahun, dan Singapura
rata-rata 79,6 tahun. Sedangkan angka kematian ibu di Indonesia berjumlah 230
per 100 ribu kelahiran hidup, Vietnam 130, Filipina 200, Malaysia 41, Singapura
15. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia berjumlah 39 per 1000 kelahiran
hidup, Vietnam 31, Filipina 28, Malaysia 8, Singapura 3.
Rendahnya angka harapan hidup ini
menurut dr. Nugroho Wiyadi, MPH disebabkan ketidakjelasan arah reformasi sistem
pelayanan kesehatan primer.
Data kesehatan global menunjukkan
bahwa semakin baik sistem pelayanan kesehatan primer (pertama) semakin baik
status kesehatan masyarakatnya serta semakin efisien pelayanannya, ujar Nugroho
Wiyadi, Jumat (23/3) di Ruang PBL, Gedung Radiputro FK UGM dalam sosialisasi
kegiatan Konferensi dan Pertemuan Ilmiah Nasional yang membahas Refinement Arah
Reformasi Sistem Pelayanan Kesehatan Primer dan Pengembangan Profesi Dokter
Praktek Umum, Dokter Layanan Primer dan Dokter Keluarga, dilaksanakan pada
29-30 Maret 2007.
Kata Nugroho, ada pelaku pelayanan
primer yang secara profesi tidak memiliki kompetensi dan kewenangan yang
memadai, sehingga penanganan penyakit tidak sesuai standar, dan sering terjadi
pemakaian berbagai obat secara tidak tepat yang pada akhirnya mengakibatkan
ketidakefektifan biaya, dan juga masalah-masalah lain seperti resistensi obat
akibat pemakaian obat antibiotik.
Pemahaman masyarakat yang lemah
tentang sistem pelayanan kesehatan primer (puskesmas/Dokter Praktek Umum) dan
sekunder (Rumah Sakit), mengakibatkan mereka tidak mengikuti sistem rujukan yang
ada. Masyarakat pada kelas ekonomi lemah cenderung memilih pelayanan kesehatan
yang paling dekat dan murah, tidak peduli apakah petugas yang dia mintai
pertolongan tersebut memiliki kewenangan dan kompetensi yang memadai. Sedangkan
masyarakat pada kelas ekonomi menengah ke atas cenderung langsung memeriksa
diri ke dokter spesialis dengan berbagai risiko ketidaktepatan pemilihan jenis
dokter spesialis yang dipilihnya, papar Nugroho.
Nugroho menambahkan, untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui penyediaan
pelayanan yang bermutu, Sejak tahun 2001 Indonesia telah menerapkan kebijakan
desentralisasi kesehatan. Fokus dari kebijakan desentralisasi kesehatan
tersebut lebih ke arah perubahan kewenangan dan kelembagaan, yang dalam sistem
pelayanan kesehatan primer dimanisfestasikan adanya semi otonomi pengelolaan
puskesmas, yang sayangnya belum menyentuh reformasi sistem pelayanan primernya
itu sendiri, kata Nugroho. (Humas UGM)
No comments:
Post a Comment